Sejarah Berdirinya SD Katolik Renya Rosari
Sumber : Diadaptasi dari buku peringatan 50 tahun SD Katolik Renya Rosari yang mengulas tentang SD Paku Makale, Sambutan-sambutan, dan beberapa tulisan untuk peringatan tersebut oleh DR. Urbanus Tongli.
Sejarah Berdirinya SD Katolik Renya Rosari
Sumber : Diadaptasi dari buku peringatan 50 tahun SD Katolik Renya Rosari yang mengulas tentang SD Paku Makale, Sambutan-sambutan, dan beberapa tulisan untuk peringatan tersebut oleh DR. Urbanus Tongli.
Sekolah ini dikenal sekarang dengan nama Sekolah Dasar Katolik Renya Rosari Subsidi Paku Makale. Dibuka pada tanggal 20 Agustus 1947[1] dengan jumlah murid 20 anak. Dalam perjalanan waktu lima puluh tahun, sekolah ini telah mengalami banyak peristiwa yang menggembirakan dan patut dibanggakan tapi juga tak luput dari hal-hal sulit yang membutuhkan pemikiran lebih dalam. Untuk mendapatkan gambaran umum tentang sekolah ini, maka tulisan ini mencoba memaparkan kehidupan sekolah ini dari masa ke masa, yang meliputi maju mundurnya sekolah ini naik secara fisik maupun secara idiil, kemudian dibuat suatu refleksi tentang peranan sekolah ini dalam mencerdaskan bangsa, khususnya orang Toraja. Kendatipun kronik dari sekolah tidak dapat ditemukan lagi, kami mencoba memberikan garis besar perkembangan dengan menginterview beberapa orang a.I. dengan Bpk. H. Tongli yang menjabat Kepala Sekolah selama delapan belas tahun, dengan Provinsi JMJ sebagai pemegang arsip dan pengasuh Yayasan Santu Yoseph, dengan Ibu Guru Gerarda Tangnga, guru yang terlama mengabdi di sekolah ini.
1. Kisah awal mula
27 April 1947 Moeder Overste Sr. M. Catharina, Sr. M. Dorotheo dan Sr. Guis berkunjung ke Makale Bersama pastor Giezenaar CICM untuk melihat dari dekat kemungkinan mendirikan pusat kegiatan misi di Makale. Dalam kunjungan ini banyak kemungkinan pekerjaan misi dilihat dan dibicarakan.
3 Agustus 1947 lima orang suster minahasa tiba dari Manado dengan pesawat terbang diantaranya empat suster untuk Makale dan satu orang suster untuk Stella Maris. Keempat suster untuk Makale adalah Sr. Aloysia Sampul, Sr. Hermana Langi, Sr. Annuncia Wegay, dan Sr. Ursula Rengkung.
11 Agustus 1947 Sr. Dorothea bersama dengan keempat suster tersebut berangkat ke Makale untuk memulai komunitas baru. Setiba di Makale mereka menginap di rumah Tuan Kontroleur J.M. van Lijf, yang pada waktu itu diserahkan kepada Misi Katolik. Tanggal 26 Agustus Sr. Dorothea kembali dari Makale dengan berita bahwa Sekolah Dasar sudah berdiri.
Rumah ini mempunyai sejarah tersendiri sehingga menjadi milik Misi Katolik. Semula ketika Misi sudah menetap di Makale, ia membela tanah di sebelah barat kolam kota Makale dan merencanakan akan mendirikan Gereja di situ berhadapan dengan Gereja Protestan. Tetapi karena hubungan Protestan dan Katolik masih sangat rawan pada waktu itu, maka Tuan Kontroleur mengambil kebijaksanaan untuk menukarkan tanah. Pada wakti itu Pastor Eijkmans telah membeli sebuah dari Schoolopziener (Pemilik Sekolah) Wawolumaya yang berdampingan dengan rumah Tuan Kontroleur. Atas dasar ide penyatuan tanah Misi maka Tuan Kontroleur mengambil kebijaksanaan untuk menyerahkan kepada Misi Katolik tanah perumahan Tuan Kontroleur sedangkan tanah di samping barat kolam di Makale yang dibeli oleh Misi Katolik diserahkan kepada Landschap.
20 Agustus 1947 Suster-Suster JMJ membuka Lagerschool (Sekolah Dasar) dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Jumlah murid pertama 20 orang, semua adalah anak-anak dari Vervolgschool yang telah dibuka oleh Misi sebelum perang dan kemudian ditutup pada waktu penjajahan Jepang. Sesudah itu banyak murid-murid dari kampung-kampung datang ke sekolah ini. Dalam waktu singkat sekolah suster ini menjadi saingan dari Lagerschool Zending, yang kemudian dikenal sebagai SR I, dibawah pimpinan Tuan Tanis yang pada waktu itu tinggal di “rumah merah” banua raring kilometer 1, Makale. Murid-murid pertama sekolah suster ini adalah a.I. Rapa’, Mande’ dari Langda. Rapa’ kemudian melanjutkan sekolah ke Manado untuk menjadi guru. Sesudah itu beliau Kembali ke Toraja sebagai guru.
Sementara itu Suster berusaha untuk mendapatkan sebidang tanah, yang akan diperuntukkan bagi rumah biara dan sekolah. Pastor Giezenaar menghubungi Puang Makale, Almarhum Puang Duma’ Andilolo, yang pada waktu itu menjabat Kepala Distrik Makale. Puang Duma’ Andilolo menghubungi H. Lembang[1], juru bicara Puang pa’bisara, dan kepala kampung Tampo, yang pada waktu itu beragama Protestan. Tidak lama sesudah H. Lembang menjadi Katolik, beliau menghubungi mereka yang empunya tanah di Paku: a.I. Ne’ Bangun yang sekarang ini bertempat tinggal di sebelah utara Rumah Sakit. Maka dibelilah tanah yang dikenal sekarang sebagai Paku. Tetapi masalah tanah ini baru kemudian dalam tahun 1967 bulan Oktober tanggal 27 dituntaskan oleh Dewan Gereja Tana Toraja/Luwu’ (Hendrikus Tongli) bersama Puang Kapala dengan menetapkan batas-batas seperti yang tertera pada Gambar Situasi tanah dengan luas 16898 m2.
11 Februari 1948 suster-suster pindah dari Makale ke Paku. Tidak lama kemudian tepatnya 27 April, suster membuka Poliklinik di Makale pada Gedung bekas Vervolgcshool misi. Gedung ini pernah menjadi gedung Seminari Menengah, kemudian Gedung Paroki, dan sekarang menjadi Perpustakaan. Poliklinik itu dipimpin oleh Suster Josephtine Negenman, yang tiba di Makale pada tanggal 11 April 1948. Berkat pelayanan mereka yang baik sekali, poliklinik ini berkembang dengan sangat pesat dan kemudian dipindahkan ke Paku sesudah gedung selesai dalam tahun 1950.
Untuk meningkatkan mutu sekolah baru itu maka dua orang suster ditugaskan untuk belajar, khususnya untuk mendapatkan ijazah guru (AKTA GURU). Mereka itu adalah Sr. Annuncia Wegay dan Sr. Laurentiana Tournier.
Sesudah mendapatkan sebidang tanah di Paku-Makale, diusahakan mendirikan gedung sekolah dan biara. Sekolah selesai dan diberkati pada tanggal 2 Agustus 1949, sedangkan biara pada tanggal 21 Agustus di tahun yang sama. Seusai pembangunan ini segera diusahakan membangun gedung poliklinik dan asrama putri. Kedua gedung ini diberkati pada bulan Agustus 1950.
Karena sekolah ini diasuh oleh suster-suster yang mempunyai latar belakang budaya Belanda yang didominasi oleh pemikiran-pemikiran pietisme dari abad ke sembilan belas, maka sekolah ini mendapat warn aitu. Tanda yang nyata dari pemikiran itu ialah bahwa sekolah ini dengan tegas memisahkan murid laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaanya kelas 1-3 murid laki-laki dan perempuan bersama-sama mengikuti pelajaran dalam satu kelas. Mulai dari kelas empat keatas, pemisahan laki-laki dan perempuan ditegaskan. Murid laki-laki mendapat lokasi kelas di dekat Pastoran Makale, sedangkan murid perempuan tetap dalam kompleks sekolah yang sudah ada. Selama bertahun-tahun sistem ini berjalan sedemikian. SD laki-laki mendapat kesan sekolah kelas dua yang diasuh oleh guru-guru awam. Suster hanya datang untuk mengawasi sekolah dan memberikan pelajaran agama. Guru-guru awam itu a.I. Kembong Andi’lolo, Thomas Paramban, Siprianus Sampelino’, Nona Guru Ribka, Ru’da Paliling, dll.
Dalam perjalanan waktu dari dekade ini, Pemerintah memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk masuk Pegawai Negeri Sipil. Guru-guru awam yang mengasuh SD Paku laki-laki pada waktu itu menjadi Pegawai Negeri Sipil dan mereka lalu dipindahkan ke sekolah-sekolah negeri. Di SD Paku perempuan, dua orang suster menjadi Pegawai Negeri Sipil. Mereka adalah Sr. Aloysia Sampul dan Sr. Maegaretha Paat. Kedua suster ini tetap bekerja di SD Paku perempuan sesudah menjadi PNS. Beberapa tahun sesudahnya pegawai-pegawai tadi diberikan kesempatan untuk memilih status apakah akan tetap tinggal pada sekolah negeri atau ingin diperbantukan pada sekolah swasta. Pada waktu itu ada 60 orang PNS yang memilih untuk diperbantukan kepada sekolah swasta yang diasuh oleh Yayasan Paulus.
Mulai tahun 1960 sekolah SD Paku berlindung di bawah Yayasan Paulus untuk mendapatkan tenaga-tenaga bantuan pemerintah. Yayasan Paulus lalu menempatkan guru-guru subsidi pemerintah tadi. Dalam kerangka ini H. Tongli yang pada waktu itu bekerja di SD Negeri Mebali-Baroko (Kecamatan Saluputti) dipindahkan ke SD Paku Makale untuk menjadi Kepala Sekolah dan diperbantukan sebagai Wakil Kepala Yayasan Paulus se-Tana Toraja. Kepala Yayasan Paulus pada waktu itu dijabat oleh Pastor Wim Letschert CICM. Selain H Tongli yang ditempatkan sebagai guru subsidi kepada Sekolah Swasta Paku Makale, juga Sr. Aloysia Sampul, Sr. Margareta Paat dan Nona Guru Gerarda Tangnga.
Selama itu Sekolah Paku ini mempunyai system kepemimpinan dengan dua kepala: ke dalam artinya di kalangan biara, Suster adalah penanggung jawab untuk kegiatan belajar mengajar, sedangkan ke luar (dalam urusan dengan pemerintah) dibutuhkan seorang Kepala Sekolah. Pada waktu itu Sr. Fransisca Debets menjabat Kepala Sekolah, kemudian diganti oleh Sr. Aloysia Sampul selanjutnya diganti oleh Sr. Alberta Moningka. Sementara H. Tongli menjabat Kepala Sekolah dalam urusan dengan Pemerintah.
Akhir tahun 1959 dibuat pengembangan sarana fisik dalam kompleks Sekolah Paku: enam lokasi kelas yang terletak di sebelah Selatan yang membujur dari Timur ke Barat dibangun dan sesudah pembangunan ini selesai kelas Paku-laki yang semula berada di dekat Pastoran Makale dipindahkan ke kompleks persekolahan tersebut. Sejak itu terjadi penambahan kelas, tetapi system pemisahan laki-laki dan perempuan tetap berjalan seperti semula. Keadaan murid berkembang terus hingga mencapai 600 murid untuk seluruh sekolah. Sejak itu pula SD Paku menjadi semakin favorit dan terkenal sebagai sekolah terbaik, a.l. Tato’ Pili keluar sebagai ranking nomor 1 tingkat Kabupaten Tana Toraja.
Gedung lokasi kelas Paku laki-laki sekarang tidak ada lagi. Sesudah penyatuan sekolah Paku dalam satu kompleks, bekas Gedung sekolah ini diubah menjadi kantor Yayasan Paulus dan Koperasi yang dipimpin oleh Pastor R. Leleu. Di akhir tahun 60-an Gedung ini dibongkar dan diatasnya dibangun kompleks Pastoran dengan bantuan dari Jerman.
Sekolah berkembang dengan pesatnya sehingga dalam decade ini dibuka sekolah- sekolah filial, mula-mula ke Ariang kemudia ke To’ Bo’ne. Sekolah Dasar filial Ariang dibina oleh a.l. Ignasius Pangngala’ dan Ibu Guru Gerarda Tangnga kemudian disusul oleh ibu J.T. Tandiassang. Dasar pembukaan Sekolah Dasar filial ini adalah pemberian kesempatan kepada murid-murid dari Ariang untuk memperoleh Pendidikan di SD Paku Makale. Filial To’ Bo’ne (Kecamatan Makale) dibina oleh Thomas Pasulle, yang dipindahkan dari SD Tarongko. Alasan pembukaan sekolah ini adalah untuk memberikan kesempatan sekolah kepada anak-anak yang tinggal jauh dari Paku Makale. Di sini tampak dengan jelas bahwa Pendidikan misi ditujukan pertama kepada kalangan masyarakat dari lapisan rendah.
Dekade ini ditandai oleh ketidakmampuan Yayasan Paulus untuk mengelolah sekolah-sekolah yang secara menjamur dibuka selama decade 60-an. Pertengahan decade 70-an terjadi pembenahan sekolah-sekolah. Banyak sekolah ditutup atau diserahkan kepada pemerintah. Sejalan dengan pembenahan ini SD Paku Makale dikembalikan kepada Yayasan Yoseph. Itu terjadi dalam tahun 1975. SD filial Ariang mendapat giliran pembenahan Yayasan. Sekolah ini ditutup, tetapi kemudian segera dibuka kembali dengan nama SD Inpres Ariang. SD filial To’ Bo’ne mengalami nasib yang sama. Yayasan Paulus menutup sekolah ini dan kemudian bergabung dengan SD Negeri Rantekasimpo.
Tahun1978, H. Tongli pension dan tugas kepala sekolah diambil alih oleh Sr. Mediatrix Runtuwene yang menjabat sampai tahun 1980. Sejak ini pula system dua kepala sekolah diubah menjadi satu kepala sekolah saja. Suster Mediatrix adalah sekaligus penanggung jawab sekolah kepada biara dan kepada pemerintah.
Dekade ini ditandai oleh pembukaan sekolah di Kampung Baru. Terjadi suatu yang kontradiktoris pada dekade ini. Seperti dikemukakan di atas, pertengahan decade 70-an Yayasan Paulus menutup sekolah secara besar-besaran dan menyerahkan SD Paku Makale kepada Yayasan Yoseph. Seiring dengan itu SD Ariang dan SD To’ Bo’ne ditutup. Namun pada awal decade ini terjadi pembukaan sekolah baru yaitu SD Paku Kampung Baru. Sekolah baru ini dianggap sebagai kelas jauh dari SD Paku Makale.
Alasan yang sebenarnya dari pembukaan sekolah ini ialah kebijakan dari Dewan Gereja Tana Toraja untuk menyelamatkan tanah misi di Kampung Baru yang semula dibeli untuk pembangunan seminari menengah. Karena perjanjian antara Misi dan Rakyat pada waktu pembelian tanah tersebut ialah untuk mendirikan sekolah, maka pada decade ini terpaksa dibuka suatu sekolah untuk memenuhi perjanjian itu. Sekolah ini juga tidak mujur karena tidak lama sesudahnya sekolah ini ditutup. Gedung sekolah sekarang digunakan oleh SMIP (Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata).
Kehadiran sekolah Paku dalam masyarakat Toraja pada khususnya dan dalam masyarakat Indonesia pada umumnya ditandai oleh masa prihatin. Banyak persyaratan dari Departemen P dan K tidak dapat dipenuhi oleh sekolah. Karena sekolah ditujukan kepada orang-orang miskin, sekolah ini tidak mampu pula menarik uang sekolag dan uang Gedung yang tinggi. Karena itu masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan Pendidikan ialah kurangnya dana penunjang kegiatan kependidikan. Guru-guru Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan lama kelamaan menjadi tua dan akhirnya pendiun, sedangkan tenaga-tenaga PNS yang baru tidak diberikan lagi. Akhirnya sekolah harus berdiri sendiri, juga di bidang tenaga kependidikan. Hal itu berarti bahwa Yayasan Yoseph, pengelolah sekolah ini, harus mengadakan tenaga-tenaga yang dibutuhkan atas dasar kekuatan sendiri. Dipertanyakan, apakah sekolah ini mampu untuk hidup terus di masa mendatang dalam situasi yang sedemikian?
Pertanyaan yang sedemikian semakin dikokohkan pula bila Undang-Undang tentang wajib belajar sudah diberlakukan. Itu berarti bahwa Pendidikan dasar yang membawahi Sekolah Dasar harus dilaksanakan secara cuma-cuma, dan yang berada di bawah tanggungan Pemerintah. Kendatipun demikian tempat masyarakat sebagai pengelolah Pendidikan tetap diakui Undang-Undang Pendidikan.
20 Agustus 1997 merupakan hari yang patut disyukuri dan dibanggakan karena tahun ini SD Katolik Renya Rosari genap berusia 50 Tahun sejak diresmikan pada 20 Agustus 1947. Dalam tahun ini DR. Urbanus Tongli[1] mengumpulkan data-data (sejarah) serta mengumpulkan tulisan-tulisan yang dipersembahkan kepada SD Katolik Renya Rosari Paku-Makale. Data-data itu diperoleh dengan berbagai metode termasuk melakukan wawancara dengan Bapak Hendrikus Tongli dan Ibu Guru Gerarda Tangnga. Hasil karya itu kemudian dibukukan.
Pada masa ini dunia dilanda pandemi akibat virus covid-19.
Untuk sampai ke usia 75 tahun membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Banyak tantangan, yang harus dilewati. Meskipun banyak tantangan, kita patut bersyukur bahwa cita-cita awal suster-suter JMJ untuk mencerdaskan anak-anak bangsa khususnya di daerah Toraja sungguh terwujud di sekolah ini. Para alumni yang telah berhasil menggapai cita-citanya kembali mengenang masa-masa pendidikan dasar mereka di sekolah ini. Para pensiunan guru dan pegawai juga mengenang masa-masa mereka bekerja sama dengan suster-suster JMJ melaksanakan tugas-tugas pembinaan kepada siswa. Kenangan bahwa betapa disiplinnya sekolah dalam berbagai hal seperti ketepatan waktu, juga kenangan terbentuknya karakter-karakter yang diterapkan oleh para suster-suster JMJ.
Diusia yang ke-75 tahun, tentu saja SD Katolik Renya Rosari memanfaatkan moment yang sangat berharga ini. Dengan melibatkan siswa-siswi, orang tua siswa, guru/pegawai, alumni, bahkan masyarakat dilaksanakan beragam kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan-kegiatan sosial, dan pembinaan bakat.
Catatan :
[1] Kenangan Pesta Emas - 50 Tahun SD Katolik Renya Rosari
[1] Kisah H. Lembang menjadi Katolik ialah karena beliau mempunyai masalah dalam Jemaat Protestan di Kasimpo, dan masalahnya tidak bisa diselesaikan. Oleh karena itu, Pak Lembang bersama Poi’ Pare, Silabai, Dannari meninggalkan jemaat Protestan dan masuk Katolik di Tampo.
[1] Mengenai tanggal ini ada ketidak-jelasan. Menurut Stamboek jilid pertama yang disimpan di Sekolah ini, tanggal pendirian adalah 20 Agustus 1947, sedangkan menurut Surat Keputusan Yayasan Joseph tentang pandirian Sekolah Dasar Katolik Renya Rosari Paku Makale ditetapkan tanggal 11 Agustus 1947. Surat Keputusan ini dikeluarkan di Ujung Pandang, tanggal 9 September 1993 ditandatangani oleh Sr. Auxilia Tandiayu JMJ, sebagai Ketua Badan Pengurus Yayasan Joseph.
[1] Nama ini kami pakai sebagai judul, karena nama inilah yang dikenal dalam masyarakat.
[1] Tongli, Urbanus, 1997, “SD Katolik Renya Rosari Paku – Makale, 50 tahun, 20 Agustus 1947 – 20 Agustus 1997”: Ujung Pandang: Institut Rebongan Didi